Siapakah Sosok Cawapres Yg Terbaik

Tulisan : Iwan Piliang

Cawapres Jokowi Paling Rasional

MEMASUKI  tenggang waktu pendaftaran Capres dalam Pilpres 2019 tinggal satu kwartal lagi,  Agustus 2018, membaca berita di media mainstream, terlebih sosmed,  terlalu banyak hidangan "kejenakaan". Bila kita berdiri sebagai sosok Presiden Joko Widodo, belumlah tentu  nyaman naik motor santai,    renyah menghadapi  "blunder" kaus ganti presiden, banyak hal lain mengusik jendela hati,  di tengah janji kampanye  pemerintah  harus terus dipantau berjalan; beragam program harus berwujud.

Menjadi presiden hari ini, berbeda jauh dengan era Orba. Kekuasaan berbagi dengan para partai pengusung presiden. Sampai-sampai secara terang benderang kita mendengar lema petugas partai. Presiden butuh partai pendukung. Menjadi presiden butuh fulus tambun agar mulus menduduki kursi; kekuasaan dalam istilah saya sudah terjerembab total foot ball  ke dalam oligarki fulus-mulus. Bukan lagi terminologi Pancasila.

Sebagai sosok pendukung Jokowi, hingga saat ini secara proaktif saya menjalin silaturahim, bila ada hal tak pas dalam program,  saya kritisi dan sampaikan saran,  seperti itu wujud dukungan saya kepada  Jokowi.   Kami mengawal kejokowian dalam  aras rumusan konsisten; memuliakan ketulusan keinsanan.  Jika acuannya diksi ini, Jokowi masih di sana. Kalau pun ada  kurang pada tempatnya, dalam memuliakan keinsanan itu, menurut saya, membagi bingkisan dengan cara melempar ke warga dari  dalam mobil di mana videonya kini terus digoreng pihak lawan  di sosmed, sesuatu memang layak dikoreksi.

Akan tetapi teknis di lapangan tentu Presiden Jokowi  jua punya argumen tersendiri.

Bila saya bertemu lagi dengan Presiden Jokowi,  akan saya tanyakan mengapa memilih adab demikian?

Sementara saya sangat terganggu menyimak salah satu video beredar di mana Ruhurmuzy, akrab disapa Rommy, Ketua Umum PPP, semobil dengan Jokowi tampak melempar gift  ke warga dan Rommy, cengengesan,  menikmati. Tak ada kata usul darinya, "Pak Presiden bagaimana kalau kita turun sebentar?"

Hubungan saya dengan Presiden  Jokowi selama ini mencoba  proaktif melempar ide, gagasan, menjadi spin doctor  komunikasi; dalam tatanan ini,  jika saya semobil dengan presiden, maka kalimat ajakan turun membagi bingkisan pasti saya sampaikan, bukan nyengir menikmati. Bisa dibayangkan sosok seperti Rommy, berlibido tinggi melamar menjadi calon  wakil  presiden Jokowi di Pilpres mendatang?

Ada lagi  sosok  seperti Cak Imin, sudah sejak lama mengiklankan diri di Billboard, di seluruh Indonesia entah sudah dengan melego uang sebanyak apa, menyebut diri  Calon Wapres. Logika saya jika Anda ingin menjadi  Wapres  kok aneh judulnya  Calon Wapres. Paling penting tingkatkan elektabilitas, maka mencapreslah sehingga figur incumbent  siapa tahu lebih melirik menggandeng Anda jadi Cawapres, karena elektabilitas sudah tokcer. Mengiklankan dirilah menjadi Capres bukan Wapres.




Dari dua alasan tadi maka dua sosok tadi di mata saya gugur cawapres, walaupun mereka para ketua partai pendukung Presiden Jokowi. Para partai, para pendukung  dua sosok sudah saya sebut  di atas jangan marah ya, cengir boleh, cengengesan ala Rommy lebih boleh lagi.

Saya pernah menulis kalau Prabowo wakil Jokowi di 2019. Perihal itu saya tulis 16 Februari 2018,  di blog ini. Hal itu saya yakini melalui sumber terpercaya, saya kenal sejak 1984, di awal pernah di media mainstream. Namun perkembangan  terakhir Jumat kemarin, saya bertemu tak sengaja dengan pengurus teras partai Gerindra. Ia mengatakan ada lobby Gatot Nurmantyo ke Gerindra.  Ada masukan bila Gerindra mengusung Gatot Nurmantyo, maka menang.

Mereka telah mencoba utak-atuk memasangkan GN, dengan Anies Baswedan, dengan Ahmad Heryawan, juga dengan Yusril Ihza, ketiganya diyakini menang melawan Jokowi. Akan tetapi secara kepartaian bila kursi Capres diberikan  di luar figur Prabowo Subianto, Ketua Umum, mereka meyakini perolehan kursi Gerindra di DPR menurun drastis. Maka kuat dugaan Prabowo Subianto tetap maju Capres. Ia bukan  lagi calon wakil presiden Jokowi. Artinya tulisan saya 16 Februari lalu itu sudah tak valid.

Bagaimana dengan Gatot Nurmantyo?


Bila menjadi wakil Jokowi, saya menduga Jkw-GN  sebagai pasangan pemenang. Akan tetapi ada partai pendukung lain harus ditoleran. Agak alot terjadi. Ada PDIP  konon memunculkan nama Budi Gunawan. Dan dalam aras ini  kuat sekali dugaan Tito Karnavian pun berminat pula maju. Sementara ada kader utama PDIP, Puan Maharani. Sehingga faksi di dalam PDIP sendiri sudah masalah pelik tersendiri dipecahkan. Gamang bagi Jokowi memilih GN.

Selanjutnya ada PAN, dimana ketua MPR, juga Ketua Umum PAN,  terus bergerilya maju 2019. Bukan suatu sulit ditebak, bahwa Zulhas juga berminat menjadi wakil Jokowi. Nah di sini saya melihat Zulhas lebih cerdas dari Cak Imin,  namun apakah berwujud Jokowi-Zulhas,  menurut saya sulit terjadi.

Dari partai besar pendukung Jokowi, tinggal Golkar. Partai ini mengajukan Airlangga Hartarto, Cawapres. Dukungan dari berbagai elemen partai Golkar seakan mengerucut ke satu nama ini saja. Saya belum tahu bagaimana kiat Pak Jokowi bisa mengademkan PDIP, PPP, PKB, Nasdem, PAN dan Hanura? Wong belakangan dari Nasdem katanya Surya Paloh, pun berminat Cawapres, begitupun Wiranto. Dan di mana  Nasdem dengan sura dominan dikuasai Tommy Winata, bisa saja Nasdem mengusulkan GN.

Nah???

Coba dengan kerendahan hati kita dalam posisi Presiden Jokowi?!

Apa harus dan siapa paling pas-pantas dipilih jadi wakil di tengah poros ketiga, kuat dugaan terbentuk?

Melalui tiga poros capres-wapres, maka Pilpres berlangsung dua putaran. Mudah membacanya, satu poros kalah akan bergabung melawan Presiden Jokowi. Maka dua poros lawan incumbent itu strateginya, goreng terus isu kalau Jokowi tidak pro umat Muslim, modal dasar paling tokcer digoreng, selain, soal kaus ganti presiden harus diakui "terpeleset" dikomentari Jokowi, sehingga turunannya pun kini sudah ada berupa celemek dipakai tukang daging dan ayam di pasar.

Maka tidak mudah mematok dan memilih calon wakil presiden Jokowi.

Perihal ini menjadi sensitif sekali. Salah mengambil figur,  bisa pula partai pendukung sudah terbentuk mundur di tengah jalan. Bukankah di  politik tak  ada teman abadi dan juga tiada musuh abadi? Maka saya melihat posisi paling masuk akal: Jokowi bisa mengambil berdasarkan rumusan portofolio di pemerintahan. Ia butuh wakil berpengalaman, punya nama dan diakui oleh kalangan internasional.

Siapakah itu, dari perjalanan berproses menggadang pemimpin selama ini, termasuk jaringan IP Center pernah menggadang awal hastag #TGB2019 - -  sejak resmi 22 April 2017, dan September 2017 sudah kami hentikan - -  kami melihat figur paling tepat menjadi Cawapres Jokowi: Alex Noerdin, kini Gubernur Sumsel di periode kedua.

Terlalu panjang kata untuk menulis prestasinya; ratusan penghargaan ia dapat. Di kancah internasional ia dianggap sebagai tokoh paling pas bicara tentang Climate Change dan rehabilitasi hutan serta lingkungan. Pemerintah Jerman acap mengongkosinya berceramah ke manca negara ihwal ini.

Di bawah kepemimpinannya, Palembang dapat menggiring APBN Rp 67 triliun demi Asian Games, Agustus 2018. Ia mengemas Jakabaring Sport City, kawasan olahraga modern dalam satu kompleks, sehingga 5.000 atlit bisa makan dalam satu ruangan, dan bertanding dalam jarak dekat di satu kasawan. Venue  olahraga berstandar internasional. Ia wujudkan Palembanmg kota wisata olahraga.

Maka Renault pun mensponsori Jakabaring mengoperasikan mobil hydrogen di Asian  Games mendatang di Palembang.

LRT Palembang kini sepurnya sudah sampai di Palembang. Tak lama lagi akan diuji coba beroperasi dari Bandara Mahmud Badarudin II hingga Jakabaring sejauh 24 km.

Tak banyak orang tahu, kepiawaian Alex berpidato dalam Bahasa Inggris, sama jenakanya dengan Berbahasa Indonesia, tanpa teks. Sehingga aktor Leonardo Dicaprio, pernah mewancara Alex di saat menghadiri  Forum Global Leader Summit Konperensi Perubahan Iklim CoP 21 Paris,  Jumat, 4 Desembner 2016 untuk sebuah acara talkshow televisi. Dicaprio  dibuat terpingkal olehnya. Lebih dari itu, saya simak selama ini  Presiden Jokowi nyaman bekerjasama dengan Alex, walaupun mereka pernah berkompetisi merebut kursi Gubernur DKI, 2012.

Boleh juga tuh  sewaktu-waktu Alex Noerdin diundang penyelenggara stand  up comedy di televisi, saya jamin akan gerrr. Bagi saya, Alex sebuah oase "kejenakaan" figur pemimpin saat ini.

Lebih dari itu jika tekanan partai pendukung Jokowi, mutlak mendapatkan kursi Wapres, Alex sosok sangat akomodatif.  Saya percaya ia berkenan jadi Cawapres setengah periode saja, selanjutnya ia bisa  menyerahkan ke figur partai pendukung utama Jokowi.  Karena bagi partai pendukung Jokowi, posisi jabatan kedua ini, penting sekaqli bagi mereka, incumbent, berpeluang menggantikan Presiden Jokowi.

Saya sempat tiga tahun agak berjarak dengan Jokowi. Dalam tiga tahun pula saya verifikasi Alex Noerdin. Kuat dugaan saya, alam telah mengantarkannya menjadi sosok transisi soft  landing  bagi Jokowi mendapatkan wakil dengan zero konflik, toh dalam jagad keberagaman umat, Sumsel memang selama ini punya prestasi zero konflik. Di tangan Alex spirit kesriwijayaan menyala melalui Asian Games mendatang.

Maka jika  Jkw-AN terjadi, poros ketiga konon katanya mulai disebut nama mantan Kasad, Agustadi, dan wakil  salah satu partai pendukung Jokowi tak dipilih. Dalam tenggang waktu sangat cekak, sulitlah bagi poros ketiga ini berkiprah meningkatkan elektabilitasnya.

Sedangkan Partai Demokrat, dugaan saya SBY bermain di last minute.  Ia hanya menargetkan AHY duduk di kursi menteri, agar 2024 AHY  bisa maju Capres. Begitupun partai baru seperti Perindo. Dugaan saya Perindo pun sama, dapat kursi menteri sudah Alhamdulillah. Ya, begitulah.


https://www.kompasiana.com/iwanpiliang/5adc5dcdbde57528666983a3/cawapres-jokowi-paling-rasional

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bunga Rondo Semoyo

Perempuan Indonesia Harus Tangguh Dan Mandiri