Berimbang sejak dalam fikiran.

FIlsafat Eksistensialisme yang populer di abad 19 memiliki konsep mempertanyakan hal yang paling mendasar yaitu kebaradaan manusia itu sendiri, eksistensi.  

Sebab itu melalui eksistensialisme hal-hal terkait kelahiran, kematian,cinta, derita dan bahagia menjadi sesuatu yang teramat penting.

Sedikit melipir. Sangat berbeda makna dengan eksistensialisme zaman now, eksis dulu, esensi belakangan. Foto dulu kemudian ungguh ke somed, cakep/keren , puas, eksis, masalah esensi  sih urusan belakangan. He he he , joke.

Demikian kami sedikit berkelekar di sela pembicaraan kecil sambil berjalan untuk melihat berbagai hasil karya Forum Pewarta Foto
Indonesia (PFI) Palembang yang dipamerkan di OPI Mall Jakabaring jumat (20/4).

Dalam diskusi santai kami juga sempat mengomentari foto-foto yang dipamerkan dan saya berkesimpulan bahwa setiap bingkai tangkapan lensa yang ditampilkan benar-benar mampu menggambarkan semangat juang, cinta, kebahagiaan, kesedihan, kehidupan serta esensi manusia dalam laku kehidupannya, eksistensialisme. Itu sebab pembicaraan kami terbawa hingga ke abad ke 19, mendadak filusuf ehh.


Pada satu kesempatan, kembali ia berujar ; "Tema-tema humanisme dalam bingkai foto terasa begitu nyata, semangat kebersamaan, perjuangan, tersaji dalam sudut pandang fotografer dengan begitu apik. Hampir keseluruhan bisa dikatakan memiliki makna yang berbeda.Tanpa kata, tanpa intonasi suara namun foto-foto itu mampu menceritakan banyak hal", ujar  Dr. Inanda Karina, Plt Kepala dinas Kominfo yang hadiri untuk membuka acara pameran foto tersebut, mewakili Gubernur Sumsel Alex Noerdin, kebetulan saya berkesempatan  berdialog santai dengannya, pejabat yang usianya masih muda sekali. Sungguh capaian karir yang mengagumkan, bahkan usianya masih jauh di bawah saya. Akurat, saya berujar memuji kalimat yang diucapkannya.  

Ditambahkannya pula bahwa acara pameran foto tersebut dapat menjadi perpanjangan tangan pemerintah provinsi dalam mensosialisasikan pembangunan di Sumsel.

Saya kembali sedikit berceloteh. Yess bu. Zaman now, no pic hoax bu, geerrrrr. Beberapa orang tertawa.

Sejatinya pembangunan fair yang berlandaskan keadilan dan pemerataan haruslah terdokumentasikan juga dengan fair, nyata.




Dokumentasi dalam bentuk foto dengan sudut pandang obyektivitas yang berimbang, bernuansa seni, mampu memberi sentuhan magis sehingga menggugah kesadaran bersama akan kondisi riil yang terjadi, seperti yang dilakukan rekan-rekan pewarta dalam pameran fotonya. Sebab itu pemerintah harus terus mensuport kegiatan semacam ini agar terus dapat dilaksanakan.

Demikian juga jika kita masuk pada dimensi wisata dalam era kemajuan teknologi sekarang ini, yang menurut ahli komunikasi dari Karslted University Prancis, mamang "Andre Jonsson" yang mengatakan ; logika media komunikasi saat ini ikut mendefinisikan praktik akan ruang pelesir bukan lagi perkara mencari pengalaman outentik suatu tempat, tetapi juga mengambil foto kemudian mengunggahnya di media sosial untuk pencarian pengakuan.



Media sosial dominan di isi oleh anak-anak muda, nah, sebab itu pameran foto juga secara otomatis akan menjadi media edukasi bagi pemuda untuk berkarya secara positip, tentunya tidak asal jepret lalu unggah saja donk.

Harus kita akui tantangan pemerintah saat ini adalah mendorong ide-ide positip yang dapat mensetimuli generasi muda untuk berkarya positip dan memunculkan ide-ide kreatif. Sebab itu kominfo sebagai salah satu penjembatan komunikasi pemerintah dengan masyarakat harus semakin jeli , fleksibel dan mampu menagkap serta memunculkan ide kreatif, positip bagi anak muda.

Anak muda tentunya akan lebih mudah dipahami oleh sesamanya, dan saya mendukung regenerasi kepemimpinan adalah hal penting untuk mempercepat lompatan kemajuan, kita butuh energi yang besar untuk masuk pada kancah persaingan global, kita butuh pemimpin muda, yoi gak?
yoi donk.




Okky ardiansyah
Penggiat IP-Center,
Ketua komunitas teater Malang Jatim

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bunga Rondo Semoyo

Perempuan Indonesia Harus Tangguh Dan Mandiri